Menjaga Mata Air Pengkaderan: Refleksi dan Kenangan Penuh Warna dari Forum Rangkiang Palito – Training LK 2 HMI Cabang Padang


Menjaga Mata Air Pengkaderan: Refleksi dan Kenangan Penuh Warna dari Forum Rangkiang Palito – Training LK 2 HMI Cabang Padang

Oleh: Fharel Musyaffa Adina, Kader HMI Komisariat IS UNP

Training Kader II HMI Cabang Padang dengan nama forum Rangkiang Palito bukanlah sekadar agenda struktural dalam tahapan perkaderan. Ia adalah ruang spiritual dan intelektual yang menyala tempat di mana bara nilai dinyalakan kembali, dan para peserta dididik untuk tidak hanya paham, tetapi menjiwai apa artinya menjadi kader Himpunan Mahasiswa Islam.

Nama Rangkiang Palito sendiri memiliki makna yang mendalam: "Rangkiang" sebagai lambang penyimpanan sumber daya, dan "Palito" sebagai nyala cahaya yang menuntun. Maka forum ini bukan sekadar forum pelatihan; ia adalah tempat penyimpanan nilai dan penyalaan semangat baru. Di sinilah para peserta diuji: dalam ide, dalam sikap, dalam mental, dan yang paling penting dalam kebersamaan.

Menjaga Mata Air Pengkaderan bukan tugas yang sederhana. Mata air ini adalah simbol dari kesinambungan perjuangan dan penguatan ideologi. Ketika airnya mulai keruh, maka kader akan kehilangan orientasi. Maka forum ini hadir sebagai upaya menyegarkan kembali prinsip dan nilai dasar, sembari mengasah logika dan militansi kader.

Namun di balik padatnya forum, ada kenangan-kenangan manis dan lucu yang tak akan pernah kami lupakan. Mulai dari perjuangan makan sekali sehari, bertahan hidup dengan nasi tranek alias nasi padang tanpa lauk, hingga antrean mandi yang lebih mirip antrean sembako. Bahkan tidur pun bukan di kasur empuk kadang hanya tas ransel sebagai bantal, atau sajadah sebagai alas. Tapi entah mengapa, semua itu terasa nikmat. Barangkali karena kita menjalaninya bersama, dalam semangat saling menguatkan.

Forum kadang begitu serius dan berat. Materi padat, pemateri kritis, dan waktu diskusi panjang. Tapi di tengah suasana itu, lahir pula momen-momen jenaka yang menjadi jeda logika. Siapa yang bisa lupa peristiwa legendaris ketika “Datuk”, sang pemimpin forum, dengan ekspresi serius tiba-tiba menyatakan cinta di tengah diskusi? itu hanya sebagian moment kecil yang tidak bisa di lupakan

Seketika ruangan pecah oleh tawa. Beberapa peserta sampai bertepuk tangan. Bahkan panitia pun yang biasanya menjaga wibawa tak kuasa menahan geli. Momen itu jadi simbol bahwa bahkan dalam forum seketat apapun, hati manusia tetap bisa bermain-main. Dan cinta bisa hadir, bahkan di tengah dialektika paling sengit.

Tapi forum Rangkiang Palito juga mencatat momen keberanian dan ketegasan. Salah satu yang paling membekas adalah ketika forum secara tak terduga didatangi oleh pihak militer anggota TNI yang ingin “ikut menyimak.” Dalam situasi tersebut, bukan rasa takut yang muncul, melainkan keberanian intelektual yang langsung menyala. Para peserta, dengan argumentasi rasional dan elegan, mengangkat isu relasi sipil-militer, demokrasi, dan independensi ruang akademik.

Berbekal literasi dan keberanian berpikir, dialektika kita saat itu menjadi tameng yang kokoh. Tidak dengan makian, tapi dengan logika. Tidak dengan emosi, tapi dengan narasi. Dan akhirnya, setelah menyadari bahwa forum ini bukan tempat yang bisa dikendalikan oleh kuasa, mereka memilih keluar. Tepuk tangan pun meledak. Saat itu, kami tahu: bukan hanya mental dan fisik kami yang diuji tapi juga integritas berpikir.

Forum Rangkiang Palito adalah rumah bagi segala rasa. Kadang kami tertawa, kadang ingin menyerah, kadang meneteskan air mata saat sahabat menceritakan kisah hidupnya. Dari emperan aula hingga lorong sempit musholla, jadi tempat diskusi alternatif entah soal perbedaan pandangan atau perbedaan selera makan.

Kebersamaan kami bukan sekadar dalam diskusi. Tapi dalam hal paling sederhana: berbagi sabun saat antre mandi, berbagi nasi sisa, hingga saling menutupi jika ada yang ketiduran di forum. Kami seperti pasukan kecil yang saling bahu membahu, saling mengingatkan, dan saling menjaga semangat.

Dan di balik segala perjuangan itu, kami menemukan satu hal yang paling penting: bahwa kami tidak sendiri. Bahwa ada saudara-saudara seperjuangan yang siap berjalan bersama, dalam suka dan duka, dalam canda dan tawa, dalam debat dan doa.

Menjelang penutupan, semua terasa begitu cepat. Kamera mulai ramai, bukan untuk gaya-gayaan, tapi untuk menyimpan momen. Foto bersama, coretan kenangan, hingga tukar media sosial. Tapi ada satu kalimat yang diam-diam terpatri di hati masing-masing: “Semoga kita bisa bertemu kembali dalam versi terbaik dari diri kita masing-masing.”

Terima kasih untuk kalian teman-teman seperjuangan Forum Rangkiang Palito Training LK 2 HMI Cabang Padang. Terima kasih atas tawa, atas peluh, atas dialektika, dan atas keberanian kalian untuk tetap bertahan, bahkan saat hati mulai goyah.

Terima kasih telah membuktikan bahwa proses bisa dinikmati, bahwa ideologi bisa dirayakan, dan bahwa kaderisasi bukan sekadar naik jenjang tapi perjalanan batin yang mengubah cara kita melihat dunia.

Semoga kelak, kita bisa bertemu kembali—bukan lagi sebagai peserta, tapi sebagai manusia yang telah menjelma menjadi versi terbaik dari dirinya. Yang tetap hijau, tetap peduli, tetap belajar, dan tetap menjaga mata air pengkaderan di mana pun kita berada.

Rangkiang Palito telah selesai. Tapi nyalanya jangan padam.
Sampai jumpa di medan perjuangan selanjutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Dalam Gema Cinta yang Tak Terpadamkan: Refleksi dari Lagu 'Bergema Sampai Selamanya' Karya Nadhif Basamalah"

Ketika Bahagia Hanya Tentang Dia, dan Aku Kehilangan Aku Sendiri